Ramina dan Peningkatan Kesehatan Jiwa Remaja

Ramina dan Peningkatan Kesehatan Jiwa Remaja

Yogyakarta, NASYIAH.OR.ID -- Pandemi membawa perubahan pada kondisi psikologis masyarakat, salah satunya adalah munculnya masalah yang kompleks. Masalah yang kompleks meliputi fisik, ekonomi, hukum hingga psikologis. Semua masalah ini menuntut untuk diselesaikan segera karena perubahan mendadak dan cepat ini tak dapat menunggu. Masalah kompleks yang datang dan ditanggapi dengan cara yang kurang pas akan mendatangkan masalah lain yang menumpuk hingga kritis. Hal ini membawa kerentanan pada kondisi kesehatan mental masyarakat. Meskipun kesadaran kesehatan mental di Indonesia meningkat, masih terdapat beberapa faktor yang juga mendorong meningkatnya penderita gangguan kejiwaan di Indonesia. Pertama, masalah finansial. Lund dkk. (2010) menyatakan adanya hubungan positif antarakemiskinan dan gangguan kejiwaan. Dengan adanya pandemi, terdapat jutaan orang di-PHK yang kebanyakan adalah masyarakat kelas bawah. Kedua, fasilitas layanan kesehatan jiwa. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mendata bahwa hanya tersedia 600-800 psikiater di Indonesia, yang berarti 1 psikiater/psikolog melayani 300.000-400.000 pasien (Subardjo, 2018).

Merujuk data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga 19 Oktober 2020 terdapat 365.240 kasus terkonfirmasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 289.243 pasien berhasil sembuh (Satgas Covid-19, 2020). Selain pemulihan fisik, penyintas pun dihadapkan oleh risiko stigma dari masyarakat. Dikutip dari Kompas.com pada artikel berjudulJerat Stigma Penyintas Covid-19, ada penyintas yang diteror oleh warga di sekitar kosnya, bahkan sampai diminta pindah ke tempat lain. Ada juga penyintas yang ditolak oleh kerabat dan teman-temannya, padahal sudah lama ia dinyatakan sembuh. Hal ini memicu keinginan untuk bunuh diri (Indraswari, 2020).

Data dari WHO (2016) menunjukkan bahwa terdapat 793 ribu kematian yang diakibatkan oleh bunuh diri di seluruh dunia dan menjadikan bunuh diri sebagai penyebab kematian ketiga untuk individu usia 15 sampai 19 tahun. Di Indonesia sendiri,angka kasus bunuh diri saat ini cenderung semakin meningkat dan mengkhawatirkan. Hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat bunuh diridi Indonesia sekitar 1.800 kasus pertahunnya. Sedangkan di Indonesia sendiri, data dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi gangguan kejiwaan secara umum antara tahun 2013 hingga 2018. Pada saat ini, peningkatan akan semakin signifikan dengan adanya pandemi serta efek dominonya yang hingga kini belum usai juga.

Penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) yang cenderung terus meningkat, bertambahnya penderita dan menimbulkan korban jiwa, mengakibatkan timbulnya keresahan dan kecemasan secara meluas di masyarakat serta memicu terjadinya gangguan psikologis. Maka diperlukan adanya pelayanan psikologi klinis pada masyarakat terkait kondisi pandemi COVID-19. Pelayanan Psikologi Klinis dilakukan baik pada masyarakat secara luas maupun di fasilitas pelayanan kesehatan terhadap Orang Dalam Pengawasan, Pasien Dalam Pengawasan dan Pasien yang dinyatakan positif COVID-19; di tingkat Puskesmas, RSUD, RSUP, RS Swasta, RS TNI/Polri, RS BUMN dan Rumah Sakit Darurat yang didirikan oleh pemerintah dalam rangka tanggap darurat COVID-19.

Stigma terhadap penyintas Covid-19 tak dapat dipandang remeh. Riset yang dipublikasikan oleh Singh, Butani, & Fatima (2020) menemukan bahwa stigma dapat memicu distres dan problem psikologis lainnya seperti gangguan tidur, kecemasan, serangan panik, hingga trauma pada penyintas. Beban penyintas bertambah tatkala merekapun kehilangan pekerjaan sebagai dampak dari stigma tersebut. Dalamkonteks ini, bukan berarti infeksi Covid-19 tidak berbahaya, namun ketakutan yang timbul akibat disinformasi rentan memicu stigma dan diskriminasi terhadap mereka yang terdampak Covid-19. Era internet seperti sekarang, dimana setiap orang dapat menjadi penyebar berita, ikut memperparah stigma yang diterima oleh penyintas.

Setiap orang memiliki masalah yang beragam, dan tidak semua orang memiliki keterampilan mengelola masalahnya sendiri. Dibutuhkan tekad kuat dan daya lenting tinggi untuk dapat mengelola dan menyelesaikannya sendiri. Banyak yang memilih mencari pertolongan kepada orang lain lewat sesi curhat. Namun, bagi yang dicurhati, mendengarkan saja tidak cukup. Karena dalam mendengarkan curhatan orang lain ada etika dan standar minimal layanan yang perlu dijaga. Karena psikologis seseorang berkaitan erat dengan kondisi kesehatan jiwanya, maka hal ini patut mendapatkan perhatian khusus agar keterampilan mendengarkan curhatan ini dapat dimiliki dengan baik dan membantu. Konseling merupakan salah satu cara yang perlu diketahui dan dimiliki untuk setiap individu maupun keluarga. Konseling yang baik akan mendatangkan hal baik bagi yang curhat maupun yang mendengarkan (Corey, 2015).

Kesehatan mental yang baik dimulai manusia semenjak dalam kandungan. Kehidupan yang penuh dengan cinta dan welas asih akan terpola semenjak dalam kandungan hingga kelahiran, dan sampai sepanjang rentang perjalanan manusia dalam kehidupan ini. Kesehatan mental untuk semua menuju Indonesia berkesadaran perlu dirawat dan dikembangkan sejak penerapan pola pengasuhan orang tua. Kesadaran bahwa diri memiliki segudang potensi dan cara aktualisasi yang berciri khas pun akan menjadikan pijakan lebih kuat bagi seseorang dalam menjalani rimbunnya aktivitas kehidupan. Namun, faktanya banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat menjadikan seseorang terhambat memiliki ruang bagi diri untuk memiliki kesehatan mental yang baik. Islam mengajarkan metode dalam mengelola masalah individu keluarga dan kelompok dengan cara-cara yang baik dan beradab (Setiyani, 2020).

Ada kecenderungan, muncul dukungan secara tidak langsung untuk mengakhiri hidup. Melihat fenomena di atas menunjukkan krisis di masa pandemi seakan meningkatkan angka kematian dengan cara bunuh diri, karena dirasa tekanan hidup masyarakat bertambah.Kasus bunuh diri telah jadi permasalahan serius di berbagai belahan dunia. Di Indonesia sendiri, tiap tahunnya ada ratusan kematian yangdilakukan dengan cara ini. Beragam teori yang melandasi seharusnya mampu jadi upaya preventif, mengingat kajian soal bunuh diri punterbilang banyak dan mudah ditemukan. Dalam aliran human behavior, bunuh diri dikatakan sebagai bentuk pelarian parah dari dunia nyata atau upaya kembali pada keadaan nikmat dan tenteram. Faktor yang memengaruhi bunuh diri antara lain gangguan psikologis, alkohol, narkotik, penyakit fisik, ekonomi, kondisi lingkungan, dan mediamassa.

Riset platform media sosial Hootsuite pada Januari 2020 yang bertajuk Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2020, terdapat 160 juta atau sekitar 59% masyarakat Indonesia dari total populasi, merupakan pengguna aktif sosial media. Halaman website GoodNews From Indonesia dalam beritanya mengungkapkan bahwa berdasarkan peringkat yang ada, rata-rata penduduk di Indonesia berusia 29,7 tahun. Angka ini di bawah rata-rata dunia yang berusia 30,9 tahun. Populasi yang sangat muda tentu memberikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk terus lebih berkembang di dunia teknologi. Beberapa hari lalu Kudus digemparkan dengan kasus bunuh diri karena kecemasannya terhadap Covid-19. Di mana sang ayah mengajakanaknya yang berusia 12 tahun melakukan aksi bunuh diri. Si Ayah mengira dirinya dan anaknya tertular virus padahal tidak. Ketika ditangani si anak terlanjur kehilangan nyawa sedangkan ayahnya berhasil diselamatkan. Tak jauh dari hari itu, terjadi kasus gantung diri yang dilakukan seorang pria karena krisis ekonomi selama pandemi.

Dengan bantuan internet, kita dapat menemukan berbagai informasi yang tidak hanya berasal dari dalam negeri saja, tetapi informasi-informasi dari luar negeri pun dapat terakses dengan mudahnya. Bahkan, dengan bantuan internet kita dapat memperdekat jarak sosial dengan orang lain melalui media sosial. Hal ini dikarenakan tidak adanya tatap muka tersebut membuat klien merasa lebih memiliki kontrol dan tidak takut dihakimi oleh psikolog ketika berkonsultasi (Callahan & Inckle, 2012). Ditambah lagi, persepsi stigma pribadi terhadap perilaku konsultasi daring lebih kecil daripada konsultasi tatap muka (Bathje, Kim E., Rau, Bassiouny,& Kim T., 2014). Sekalipun metode daring ini masih memiliki limitasi dibandingkan dengan metode konsultasi tatap muka konvensional, tidak dapat dipungkiri bahwa jasa konsultasi daring ini merupakansuatu perkembangan yang baik dan berpengaruh positif terhadap peningkatan kondisi kesehatan mental.

Nasiyatul ‘Aisyiyah telah memberikan kontribusi besar bagi masyarakat dengan berupaya untuk menciptakan menerapkan nilai-nilai agama yang dapat membangun peradaban yang utama sertamenjadi rahmat bagi semesta dengan program-program yang disesuaikan dengan kebutuhan perempuan muda dunia. Sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan tersebut maka Nasyiatul Aisyiyah mengusung konsep Pilar Keluarga Tangguh Muda tangguh, yang tentunya membutuhkan persiapan panjang dengan beberapa teknik pelatihan mempersiapkan diri dan keluarga tangguh dalam segala kondisi demikian diungkapkan Nunung Damayanti, Ketua Pimpinan wilayah Nasyiatul Aisyiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam wawancara, 2021).

Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan gerakan dalam bidang psikologi  yang dipadukan dengan komunikasi dan teknologi informasi. Komunikasi efektif mempengaruhi sampainya pesan masuk kepada orang lain dengan cara yang wajar. Teknologi informasi medukung digitalisasi sebagai sebuah wadah curhat agar klien merasa nyaman dan kapan saja dapat mengakses layanan saat dibutuhkan. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, di mana salah satu protokol kesehatan meminta kita untuk di rumah saja, maka hal ini sangat tepat diberikan. Memberikan layanan konseling dalam bentuk online. Tenaga konseling atau konselor yang telah disiapkan dan mendapatkan pelatihan dari program pengabdian ini, dapat menggunakannya untuk membantu orang lain dalam memberikan layanan psikologi sebagai salah satu usaha peningkatan kesehatan jiwa masyarakat (Setiyani, 2019).Penerapan pelatihan konseling ini diberikan kepada 20-25 anggota Nasyiatul Aisyiyah di Yogyakarta yang ditunjuk oleh Ketua PWNA, dilaksanakan berkala dengan ujicoba platform konsultasi online. Menghasilkan platform konseling online yang diwadahi melalui website layanan konseling online Ramina (Rumah Aduan Milik Nasyiatul Aisyiyah) Instagram Ramina DIY sebagai sosialisasi yang menjangkau kaum muda, dan terbentuk 3 tim yang memperkuat Ramina dalam berkiprah.

Dalam pelaksanaannya, tim konselor Ramina menyebut klien sebagai kawan Ramina. Kawan Ramina boleh curhat masalah apa saja , baik laki-laki maupun perempuan. Tim konselor yang bertugas memberikan konseling sudah mendapatkan pelatihan dari tim  pengabdian masyarakat UNISA Yogyakarta, sehingga kawan Ramina diharapkan dapat merasa nyaman didampingi konselor selama proses konseling berlangsung. Website Ramina  yang ada dalam Ramina.id juga menampilkan artikel psikologi remaja yang dikemas dengan tampilan menarik dengan gtim panduan bidang komunikasi oleh tim pengabdian, yang diberi nama dengan Tim Web Ramina. Artikel yang ditampilkan diharapkan dapat menjadi sarana psikoedukasi  bagi remaja. Masih ada satu lagi tim yang bertugas mempromosikan Ramina kepada khalayak, yaitu tim Media Ramina yang dikembangkan dengan media social Instagram. Instagram Ramina berisi poster dengan tampilan dan format khusus  yang diharapkan membawa aura positif bagi siapa saja yang mengaksesnya. Pengembangan ketiga bidang ini melibatkan empat dosen sebagai tim pelaksana pengabdian, yaitu Ratna Yunita Setiyani Subardjo, M.Psi., Psikolog, Andhita Syorita Khoiryasdien, M,Psi,., Psikolog, Akbar Sugiantoro, M.A., dan Arizona Firdonsyah,  S.Kom., M.Kom. , dan dibantu 4 mahasiswa yaitu Yasinta, Laode , Dilla, dan Mega.

Oleh : Ratna Yunita Setiyani Subardjo

Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, Psikolog Halodoc, Koordinator LDP MCCC PP Muhammadiyah, Koordinator Pengelola Pesantren Covid Muhammadiyah With You

 

Berita terkait: